Ada 2 teori utama dalam bidang akuntansi: positive dan normative accounting theories. Yang pertama berusaha menjelaskan dan memprediksi trend praktik akuntansi, sementara yang kedua berusaha untuk memberikan saran atau ide baru terhadap praktik yang ada. Dengan kata lain, positive accounting theory bersifat deskriptif dan prediktif sementara normative accounting theory lebih bersifat terapan.
Ada satu bagian menarik dari paper yang ditulis oleh Francis (2004) "What do we know about audit quality?", yaitu tentang keterkaitan antara kebijakan regulator di Amerika dengan riset audit yang dilakukan oleh para akademisi di sana. Francis berargumen bahwa sampai saat ini kebijakan yang diambil oleh regulator sama sekali tidak mengindahkan atau mempertimbangkan hasil riset yang telah dilakukan oleh para akademisi. Padahal, kualitas riset para akademisi di sana sudah tidak diragukan lagi kualitasnya baik dari segi metodologi maupun research setting-nya.
Contoh dari ketidaksinkronan antara kebijakan dan riset audit di US, seperti di jelaskan Francis, antara lain berkaitan dengan (1) pelarangan pemberian jasa non audit oleh auditor kepada klien-nya dan (2) rotasi audit partner setiap 5-7 tahun sekali. Regulator berkeyakinan bahwa pemberian jasa non audit oleh auditor kepada kliennya dan masa audit partner yang panjang (long audit partner tenure) akan mempengaruhi independensi auditor dan pada akhirnya akan menurunkan kualitas audit. Seperti kita tahu, kebijakan tersebut merupakan reaksi dari regulator
Tapi, hasil riset audit menyatakan hal yang lain. Riset yang dilakukan untuk melihat apakah pemberian jasa non audit oleh auditor kepada kliennya akan mempengaruhi kualitas audit (antara lain diukur dari earning management, kemungkinan dikeluarkannya going concern opinion saat perusahaan kesulitan keuangan) menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan di antara keduanya. Sementara berkaitan dengan long audit partner tenure dan menurunnya audit quality , tidak pula ditemukan bukti yang kuat di antara keduanya (Carey and Simnett, 2006).
Tapi, hasil riset audit menyatakan hal yang lain. Riset yang dilakukan untuk melihat apakah pemberian jasa non audit oleh auditor kepada kliennya akan mempengaruhi kualitas audit (antara lain diukur dari earning management, kemungkinan dikeluarkannya going concern opinion saat perusahaan kesulitan keuangan) menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan di antara keduanya. Sementara berkaitan dengan long audit partner tenure dan menurunnya audit quality , tidak pula ditemukan bukti yang kuat di antara keduanya (Carey and Simnett, 2006).
Ada beberapa alasan mengapa riset audit memiliki pengaruh yang lemah terhadap kebijakan regulator di US. Dari sisi akademisi, antara lain riset yang dilakukan oleh para akademisi di sana kurang memperhatikan keterkaitan antara hasil riset dengan implementasi kebijakan, dengan kata lain, terlalu mengedepankan positive accounting theory dibandingkan normative accounting theory-nya. Alasan lainnya adalah bahwa banyak akademisi ternama di sana muncul dari 'geng' Chicago school of economics yang terkenal kritis terhadap pemerintah, sehingga cenderung bias. Alasan terakhir adalah berkaitan dengan tidak independennya para akademisi. Mereka cenderung digunakan sebagai apologist bagi kegagalan yang dilakukan oleh The Big Four, karena memang kebanyakan research funding mereka didanai oleh perusahaan2 tersebut. Dari sisi regulator, penyusunan kebijakan yang dilakukan lebih mengarah kepada political process dibandingkan scientific process, sehingga tak heran hasil riset yang dilakukan oleh para akademisi, tidak menjadi pertimbangan mereka.
Bagaimana di Indonesia?
Seiring dengan semakin banyaknya masukan dari para akademisi yang digunakan dalam menyusun sebuah kebijakan terutama di Australia, Canada dan UK, menerbitkan harapan bahwa hal tersebut juga mungkin bisa dicapai di Indonesia kelak. Apalagi jika memang tradisi diskusi intelektual dan bertambahnya generasi muda yang mengenyam pendidikan tinggi, sudah mulai meningkat di Indonesia. Hal ini yang menggugah semangat saya untuk lebih bisa memandang suatu proses atau fenomena dari sudut yang lebih scientific dibandingkan hanya berdasarkan dugaan atau anekdot belaka. Setidaknya, kita memberikan kontribusi pada bangsa atas apa yang kita miliki.
Bagaimana di Indonesia?
Seiring dengan semakin banyaknya masukan dari para akademisi yang digunakan dalam menyusun sebuah kebijakan terutama di Australia, Canada dan UK, menerbitkan harapan bahwa hal tersebut juga mungkin bisa dicapai di Indonesia kelak. Apalagi jika memang tradisi diskusi intelektual dan bertambahnya generasi muda yang mengenyam pendidikan tinggi, sudah mulai meningkat di Indonesia. Hal ini yang menggugah semangat saya untuk lebih bisa memandang suatu proses atau fenomena dari sudut yang lebih scientific dibandingkan hanya berdasarkan dugaan atau anekdot belaka. Setidaknya, kita memberikan kontribusi pada bangsa atas apa yang kita miliki.